1. Kapuk Randu
Kapuk randu (Ceiba pentandra) berpotensi sebagai tanaman penaung kakao. Namun kapuk randu telah terbukti sebagai inang berbagai jenis hama dan penyakit kakao. Selain itu, secara periodik tanaman ini menggugurkan daunnya menyebar tidak merata. Akibatnya cahaya yang diteruskan terlalu banyak atau fungsi penaungnya kurang baik. Tajuknya yang tinggi menimbulkan risiko kerusakan tajuk kakao karena kejatuhan cabang-cabangnya yang patah.
2. Petai
Petai (Parkia speciosa) memiliki kelemahan yaitu pertumbuhannya lambat serta tajuknya tinggi dan besar. Percabangannya tidak teratur sehingga daunnya menyebar tidak merata. Akibatnya cahaya yang diteruskan terlalu banyak atau fungsi penaungnya kurang baik. Tajuknya yang tinggi menimbulkan risiko kerusakan tajuk kakao karena kejatuhan cabang-cabangnya yang patah.
3. Kelapa Sawit
Pemakaian tanaman kelapa sawit sebagai penaung kakao menunjukkan hasil yang tidak mantap. Variasi dalam jumlah baris kakao antarbarisan kelapa sawit sangat memengaruhi hasil kakao. Tata tanam yang memberikan hasil terbaik adalah kelapa sawit jarak tanam 10 x 7 m diselang-seling dengan kakao jarak tanam 10 x 2,5 m. Dengan tata tanam seperti itu bisa memperbaiki interaksi antar kedua jenis tanaman atau tidak terjadi persaingan yang merugikan.
4. Karet
Tumpang sari kakao dengan karet pada populasi normal menunjukkan penaungan yang berat bagi kakao sehingga hasil buahnya sangat rendah. Pengamatan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao pada tanaman karet yang berumur 30 tahun dengan jarak tanam 3 x 7 menunjukkan penerusan cahaya oleh tajuk karet hanya sebesar 33,58 – 48,95% terhadap penyinaran langsung. Kakao yang ditanam di antara dua lajur karet pada jarak dalam baris 3 m menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang sehat. Namun, hasil buah pada umur 3,5 tahun hanya 3,69 – 4,60 buah/pohon/semester. Sampai umur 3,5 tahun tersebut tidak terdapat gejala keracunan tanaman kakao oleh karet tua.
5. Pinang
Di India tanaman kakao secara luas ditanam di bawah tanaman pinang (Areca catechu). Tanaman ini mempunyai tajuk yang tinggi. Pada jarak tanam 4 x 4 m (setengah dari populasi normal) sistem perakarannya tidak tumpang-tindih (overlaping) dengan sistem perakaran kakao. Sementara itu, dengan pola tersebut hasil pinang per pohon meningkat dan hasil kakao pun cukup baik.
6. Tanaman Kayu
Di Ivory Coast, jenis tanaman penaung kakao rakyat yang digunakan mempunyai banyak fungsi, antara lain sebagai sumber bahan pangan, obat tradisional, dan kayu bakar. Model pengembangan kakao adalah semi-intensif dengan sistem agroforestry karena memiliki keunggulan berupa masukan rendah dan risiko kecil. Dengan model tersebut, produktivitas kakao tidak maksimal, tetapi pekebun memperoleh kompensasi dari hasil tanaman penaung dan kelangsungan usaha taninya lebih terjamin. Pola seperti ini sudah berkembang di perkebunan rakyat Indonesia. Mereka menanam kakao di pekarangan dengan beragam spesies dan fungsi.
Pengembangan perkebunan dengan pola tersebut lazim disebut dengan pola konservasi. Pola konservasi bertujuan untuk memperoleh kondisi fisik dan daya dukung lahan. Dengan pola konservasi, budidaya tanaman perkebunan dikombinasikan dengan tanaman penyangga lingkungan atau dengan pergiliran tanaman kayu-kayuan yang bersifat fast-growing (pertumbuhannya cepat) dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Kayu akan menjadi komoditas strategis dan nilainya akan terus meningkat.
Beberapa spesies tanaman kayu yang telah lazim diusahakan bersama dengan kakao adalah sengon (Paraseriantes falcataria), jati (Tectona grandis), dan mahoni (Mahagony sp.). pengembangan diversifikasi kakao dengan tanaman kayu industri dapat membantu fungsi hutan sebagai penyangga lingkungan. Pola tanam diversifikasi merupakan pilihan yang menjanjikan karena selain tidak memerlukan perawatan yang intensif, daur produksi sengon relatif pendek sehingga dapat dipakai sebagai target pendapatan jangka menengah. Sementara itu, tanaman jati dan mahoni lebih berfungsi sebagai tanaman sela yang memiliki nilai tinggi sebagai investasi jangka panjang.
Tanaman kayu dapat dibuat pagar ganda dengan konsekuensi populasi tanaman kakao berkurang. Peningkatan populasi tanaman penghasil kayu disarankan ditanam di lahan yang kesesuaiannya S3 (sesuai dengan banyak kendala) untuk komoditas kakao.
7. Pisang
Pisang (Musa sp.) sering dipilih sebagai penaung tanaman kakao muda, bukan karena fungsi penaungnya yang baik, tetapi atas dasar tanaman ini sangat mudah ditanam dan memberikan pendapatan yang tinggi. Lazimnya pisang ditanam dengan jarak tanam yang sama dengan kakao. Tanaman pisang akan memberikan penaungan setelah berumur 6 – 9 bulan. Setelah berumur satu tahun, tanaman pisang mulai berbuah dan dapat memberikan produksi 1.000 tandan setiap hektar selama satu tahun.
Di Trinidad dan Brasil, pisang dianjurkan sebagai penaung tanaman kakao muda. Pemakaian pisang disebabkan oleh curah hujan di kedua daerah tersebut tinggi dan kelembapan tanah lebih baik dibandingkan di Nigeria. Pemakaian pisang sebagai pohon penaung sementara bagi kakao dapat dipertahankan selama tajuk tanaman kakao masih terbuka.
Hasil pengamatan di Pusat Penelitian Kakao Indonesia yang membandingkan pisang mas, cavendis, dan kayu menunjukkan pertumbuhan kakao muda dipengaruhi oleh kultivar pisang yang ditanam. Dari tolok ukur diameter batang kakao tampak bahwa kakao yang ditanam di bawah pisang mas pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan yang ditanam di bawah kultivar pisang kayu dan cavendish. Sebagai penyebabnya adalah intensitas cahaya yang diterima kakao lebih tinggi sebagai akibat dari sosok (habitus) pisang mas yang lebih kecil daripada pisang kayu dan cavendish.
Dari aspek populasi, pisang tidak menampakkan pengaruh yang jelas terhadap pertumbuhan kakao muda. Namun, dari aspek pendapatan, semakin tinggi populasi semakin besar pendapatannya. Dengan pertimbangan teknis dan ekonomis, jarak tanam pisang 3 x 6 m adalah paling optimum untuk kakao yang jarak tanamnya 3 x 3 m.
Tanaman pisang akan berbunga setelah berumur delapan bulan, selanjutnya 3 – 4 bulan kemudian buah pisang siap dipanen. Ketika bibit kakao dipindah ke lapangan, pemilik kebun telah dapat memperoleh pendapatan dari buah pisang. Panen buah pisang dapat dilakukan setiap 6 – bulan sekali, bergantung pada pengaturan umur anakan pisang.
Keuntungan lain yang penting adalah batang pisang merupakan mulsa yang efektif dalam mengonservasi kelembapan tanah. Kadar air dalam batang palsu pisang sangat tinggi, yaitu 95,63 – 96,44%, dalam pelepah 85,82 – 88,87%, dan dalam helai daun 73,80 – 82,23% bergantung pada kultivarnya. Selain melembapkan, limbah tanaman pisang juga mengandung unsur hara. Unsur hara makro terbanyak yang dikandung limbah pisang adalah K, diusulkan Ca, N, SO4, dan paling sedikit P.
Pemakaian limbah tanaman pisang sebagai mulsa kakao merupakan upaya efisiensi dalam siklus unsur hara dan bahan organik. Sampai saat ini, pemakaian mulsa batang pisang tidak menimbulkan efek negatif pada tanaman kakao.
8. Garut
Tanaman garut (Maranta arundinacea) dapat diusahakan selama persiapan lahan sampai tanaman kakao muda. Spesies ini mudah ditanam, dapat ditanam dilarikan pohon penaung dengan jarak antar-rumpun 30 cm. Tanaman in terbukti toleran terhadap penaung, dengan tingkat penaungan sebesar 88% pada musim hujan. Ternyata hasilnya tidak berbeda dengan tingkat penaungan yang lebih ringan. Tingkat penaungan 50% tidak memengaruhi pertumbuhan tanaman, hasil rizom, dan kadar pati garut.
Berdasarkan hasil pengamatan, dibuktikan tanaman garut masih cukup toleran ditanam di bawah tanaman kakao yang telah berumur sekitar enam tahun atau sudah menghasilkan. Perawatan yang diperlukan untuk pola tanaman ini adalah pemangkasan sebagian (siwingan) tajuk tanaman kakao yang menaungi tanaman garut, khususnya selama pertumbuhan awal bibit garut dan selama musim hujan. Dengan cara ini, intensitas penaungan tidak terlalu tinggi. Hasil pengukuran intensitas cahaya di atas tajuk tanaman garut sebesar 40% terhadap penyinaran langsung.
Tanaman garut sangat mudah ditanam, bibit dapat berupa pangkal rizom-rizom tua atau pangkal batangnya. Pemeliharaan terbatas pada pertumbuhan setelah tanaman berumur dua bulan. Pendapatan yang dihasilkan diduga lebih besar jika dijual dalam bentuk pati, mengingat perbedaan harga rizom dengan pati cukup besar. Hasil rizom sudah dapat diperoleh setelah berumur 10 bulan. Umbi garut dipanen pada musim kemarau setelah batangnya mengering. Kualitas patinya cukup tinggi dan memiliki potensi untuk menggantikan tepung terigu. Prospek ekonomi tersebut tampaknya tidak berlebihan asalkan diikuti dengan promosi pasar yang baik. Walaupun tujuan utama budidaya garut adalah menghasilkan pati, tetapi residu garut potensial menghasilkan produk lainnya.
Peluang kompetisi, khususnya terhadap unsur hara K dan N cukup besar jika garut ditanam di antara kakao yang sudah menghasilkan. Alasannya, kedua jenis hara tersebut menduduki peringkat pertama dan kedua dalam jumlah yang diserap. Urutan hara yang dikandung dalam biji kakao adalah K>N>Mg>Ca>P>Mn>Zn. Kompetisi tersebut normal dalam interaksi antarspesies dalam pola tumpang sari, tetapi intensitasnya dapat dikendalikan dengan mengatur jarak tanam dan pemupukan.
(Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006)