Anda Pengunjung ke-

Sunday, April 20, 2008

7. Praktik Konservasi yang Lain

Praktik konservasi tanah yang umum dilakukan di lahan pertanian relatif banyak, tetapi tidak semua dapat diterapkan di lahan pertanaman kakao karena dinilai kurang efektif dan relatif mahal. Namun, ada beberapa praktik konservasi tanah yang dinilai efektif menekan erosi sekaligus bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman pokok kakao, yaitu pemanfaatan mulsa dan tanaman penutup tanah.

1. Pemanfaatan Mulsa

Mulsa merupakan bahan yang dihamparkan di atas permukaan tanah untuk menahan atau mengurangi pukulan air hujan langsung di permukaan tanah. Mulsa juga dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi suhu dan kelempabapan tanah permukaan serta menekan evaporasi. Efektivitas mulsa sebagai penahan permukaan tanah dari hantaman langsung air hujan berbeda-beda. Namun, pilihan jenis mulsa sebaiknya disesuaikan dengan manfaatnya bagi tanah dan tanaman pokok sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman. Di pertanaman muda, permukaan tanah umumnya relatif terbuka terhadap air hujan yang jatuh. Namun, di pertanaman dewasa permukaan tanah relatif tertutup oleh tajuk pertanaman kakao.

Pada pertanaman kakao muda, membiarkan rumput tumbuh di antara barisan tanaman pokok dinilai cukup bijak untuk melindungi permukaan tanah dari erosi. Namun, pembersihan gulma di piringan tanaman pokok tetap dianjurkan untuk menekan kompetisi hara dan air antara tanaman pokok dan gulma. Gulma di sekitar tanaman pokok harus dibersihkan secara periodik. Membenamkan sisa-sisa tumbuhan ke dalam tanah merupakan cara pemeliharaan pertanaman yang baik.

Pada pertanaman kakao dewasa, gulma di bawah tajuk tanaman umumnya sudah mati karena terbatasnya sinar matahari langsung. Pada kasus seperti ini pemanfaatan seresah tanaman sebagai mulsa dinilai cukup baik, tetapi efektivitasnya sebagai mulsa belum pernah dilaporkan.

2. Penanaman Tanaman Penutup Tanah

Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam dengan tujuan menutupi permukaan tanah dari erosi. Tanaman penutup tanah yang umum digunakan di lahan pertanian adalah jenis kacang-kacangan (legominoceae). Tanaman ini dapat meningkatkan kesuburan tanah karena bisa mensuplai bahan organik dan nitrogen serta memperbaiki kelembapan dan suhu permukaan tanah. Namun, pada pertanaman kakao dewasa, hanya tanaman penutup tanahlah yang tahan terhadap naungan yang dapat tumbuh baik di bawah tajuk pertanaman kakao.


Tanaman penutup tanah yang relatif tahan naungan adalah Calopogonium caeruleum (tanaman penutup tanah) dan Arachis pintoi (jenis tanaman kacang yang tidak memanjat). Namun, pengelolaan tanaman penutup tanah berupa kacang-kacangan iniperlu hati-hati karena tanaman ini berpotensi menjadi pesaing hara dan air, terutama bagi tanaman kakao muda. Menghindari atau menekan kompetisi air dan hara bisa dilakukan dengan cara membersihkan tanaman pokok secara periodik. Penelitian di lapangan menunjukkan pemanfaatan Calopogonium caeruleum dapat menekan gulma dan kerusakan pertanaman pokok akibat cekaman kekeringan.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006



6. Pembuatan Rorak

Rorak adalah galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak merupakan salah satu praktik baku kebun yang bertujuan untuk mengelolah lahan bahan organik dan tindakan konservasi tanah dan air di pekebunan kakao. Rorak dapat diisi seresah tanaman kakao atau sisa hasil pangkasan dan gulma hingga penuh dan ditutupi dengan tanah. Setelah rorak ini penuh, kita harus membuat rorak baru di sebelah lain pokok tanaman. Pembuatan rorak ini dilakukan sampai tiba di rorak awal yang sudah siap digali. Kompos yang dihasilkan dari rorak pertama ditaburkan ke piringan tanaman. Piringan tanaman merupakan lingkaran area berjarak sekitar 1 meter di sekitar pokok tanaman yang selalu dipertahankan bersih dari gulma.

Ketika hujan deras, rorak dapat berfungsi sebagai lubang drainase untuk mempercepat penyusutan air hujan yang menggenang di atas permukaan tanah. Air yang menggenang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Stagnasi air dapat berakibat fatal pada pertanaman kakao. Biasanya saluran drainase dibuat di pinggir blok kebun. Di blok kebun yang terlalu luas, air yang menggenang di atas hamparan lahan pertanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk keluar melalui saluran drainase ini. Karena itu, rorak yang dibuat di sekitar pertanaman dapat membantu mempercepat keluarnya air dari hamparan pertanaman, khususnya di lahan yang tekstur tanahnya berat dan beriklim sangat basah dengan curah hujan bulanan relatif tinggi.

Pada kasus yang ekstrem, di areal pertanaman dengan curah hujan dan intensitas hujan tinggi tanah bertekstur berat, dan permukaan air tanahnya relatif dangkal, rorak tambahan dapat dibuat di antara barisan tanaman kakao dengan ukuran rorak lebih panjang dan dalam. Di lahan miring, pembuatan rorak dapat menekan erosi karena dapat mengurangi aliran permukaan yang bisa menyebabkan erosi. Di lahan miring yang dibuat teras, rorak dibuat di sebelah dalam teras.

Rorak yang umum dibuat di perkebunan kakao berukuran panjang 100 cm, lebar 30 cm, dan kedalaman 30 cm. Jika volume bahan organik yang tersedia cukup besar ukuran rorak dapat diperbesar. Rorak dibuat pada jarak 75 – 100 cm dari pokok tanaman tergantung dari lebar teras yang tersedia di areal pertanaman. Pemanfaatan rorak dapat dikaitkan dengan pengelolaan sumber bahan organik di lingkungan perkebunan, seperti daun penaung, kulit kakao, dan tanaman penutup tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan kompos daun penaung, kulit kakao, dan limbah pertanian berpengaruh baik terhadap tanaman kakao dan dapat meningkatkan produksi tanaman.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006


5. Pembuatan Lubang Tanam

Pembuatan lubang tanam bertujuan untuk menyediakan lingkungan perakaran yang optimal bagi bibit kakao, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Tanah di lapangan sering terlalu mampat bagi perakaran bibit kakao untuk berkembang dengan baik setelah dipindahkan dari tanah gembur di dalam polibag. Karena itu, kondisi yang relatif sama dengan kondisi di pembibitan perlu disiapkan di lapangan dengan cara mengolah tanah secara minimal atau dengan cara membuat lubang tanam. Dengan demikian diharapkan tanaman dapat beradaptasi dengan baik pada awal pertumbuhannya di lapangan.

Ukuran lubang tanam umumnya 60 x 60 x 60 cm. Ukuran ini sudah dianggap memadai untuk mendukung adaptasi perakaran bibit dengan kondisi lapangan. Namun, ukuran lubang tanam di tanah-tanah yang teksturnya lebih berat perlu diperbesar agar perakaran bibit memiliki waktu untuk beradaptasi lebih lama dengan lingkungan fisik perakaran. Di samping itu, lubang tanam sebaiknya tidak dibuat ketika tanah dalam keadaan sangat basah, terutama pada tanah bertekstur berat. Dalam kondisi sangat basah dinding lubang cenderung berlumpur ketika digali dan memadat ketika kering. Keadaan ini menyebabkan terbentuknya lapisan kedap yang bisa menghambat perkembangan perakaran bibit. Selain itu, rembesan air hujan berlebih keluar dari lubang tanam sehingga kondisi kelembapan tanah di dalam lubang tanam cenderung berlebihan dan sebaliknya aerasi tanah berkurang.

Lubang tanam dibuat 6 – 3 bulan sebelum tanam dengan cara membiarkan tanah galian teronggok di sekitar lubang 2 – 3 bulan. Tindakan ini bertujuan untuk mengubah suasana reduktif tanah menjadi oksidatif dan unsur-unsur yang bersifat racun (toxic) berubah menjadi tidak meracuni (non-toxic). Paling lambat sebulan sebelum tanam tanah galian dikembalikan ke dalam lubang agar kondisi tanah berada dalam keseimbangan dengan kondisi lingkungan di sekitarnya.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006


4. Pemanfaatan Penaung Alami

Penaung alami dapat dimanfaatkan sebagai penaung tetap atau penaung sementara. Pohon-pohon yang bernilai ekonomi dapat dipertahankan ketika pembukaan lahan. Pohon ini digunakan sebagai tanaman penaung tetap dengan memperhitungkan populasi dan jarak tanam sesuai dengan jarak tanam yang diperlukan untuk penaung tetap tanaman kakao. Demikian juga semak dan perdu dapat dimanfaatkan sebagai penaung sementara. Semak-semak ini dibersihkan dan dibuat sistem lorong. Lorong-lorong yang bersih dari gulma dengan lebar tertentu (1 m) dibuat sejajar dengan jarak tanam tanaman pokok yang direncanakan. Lorong-lorong yang tidak dibersihkan berfungsi sebagai penaung sementara.

Di lahan miring, pembuatan lorong bersih gulma disesuaikan dengan kontur sehingga membentuk pola pertanaman dalam strip antara lorong bersih dan lorong penaung sementara. Setelah penaung tetap sudah berfungsi, lorong penaung sementara perlu dibersihkan secara periodik dan atau diganti dengan penutup tanah berupa kacang-kacangan. Tanaman kacang-kacangan bisa digunakan sebagai sumber pupuk organik selama tajuk tanaman kakao belum saling bertemu. Namun, lorong bersih gulma ini perlu dipelihara secara periodik mengingat alang-alang dan semak perdu merupakan pesaing hara dan air tanaman kakao muda.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006


2. Erosi dan Dampaknya terhadap Tanaman

Erosi didefinisikan sebagai pemindahan atau pengangkutan tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih rendah melalui media air atau angin. Di daerah tropis basah, media penyebab umum erosi adalah air. Erosi dianggap sebagai penyebab kerusakan tanah yang utama karena melalui proses ini kerusakan tanah dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, bergantung pada besar dan kekuatan media pengangkut tanah.

Erosi yang terjadi di areal pertanian dapat menyebabkan hilangnya lapisan tanah permukaan yang subur dan diganti dengan munculnya lapisan tanah bawah yang relatif kurang subur. Kurang suburnya tanah di lapisan bawah disebabkan tanah lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah, hara tanah yang berasal dari hasil penguraian seresah tanaman rendah, struktur tanah memiliki imbangan porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain dengan daya dukung yang lebih rendah terhadap pertumbuhan tanaman. Karena itu, erosi dianggap faktor penyebab utama degradasi lahan pertanian di daerah tropika basah.

Akibat erosi, daya dukung tanah terhadap pertumbuhan tanaman menjadi merosot. Pertumbuhan tanaman terhambat, produksi merosot, serta respon tanaman terhadap pemupukan berkurang sehingga tidak ada lagi produk yang dapat diharapkan dari pertanaman.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006


1. Prinsip Konservasi Tanah

Kegiatan konservasi tanah diperlukan dalam budidaya tanaman kakao karena curah hujan tidak dapat seluruhnya masuk ke dalam tanah. Namun, sebagian air hujan justru mengalir di atas permukaan tanah dan menyebabkan erosi. Pertanaman dengan tajuk yang rapat dan ditumbuhi tanaman penutup tanah, tingkat erosinya relatif kecil karena pukulan curah hujan tertahan oleh tajuk tanaman dan tanaman penutup tanah. Akibatnya, agregat tanah permukaan tidak hancur dan terangkut oleh aliran permukaan.

Di samping itu, adanya penutupan lahan bisa menambah suplai bahan organik yang berasal dari seresah tanaman dan dekomposisi bagian tanaman yang telah mati. Sistem perakaran yang telah mati dan terdekomposisi bisa meninggalkan saluran-saluran air di di dalam tanah. Adanya saluran air ini akan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah.

Lahan dengan penutupan tanah yang baik biasanya memiliki kapasitas infiltrasi yang relatif tinggi, sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di atas tanah dapat meresap ke dalam tanah. Sementara itu, air yang mengalir di atas permukaan tanah dan terjadinya erosi bisa diperkecil.

Pada habitat alami ekosistem hutan erosi biasanya tidak pernah terjadi karena kondisi hidrologi hutan sangat baik. Air hujan yang jatuh di lahan hutan mencapai permukaan tanah dengan energi potensial yang sangat kecil sehingga tidak menghacurkan agregat tanah. Di samping itu, akumulasi bahan organik di permukaan tanah, sistem perakaran, dan transpirasi aneka tumbuhan hutan menyebabkan lahan hutan sangat porous dan menyerap hampir seluruh air hujan yang jatuh ke tanah. Karena itu, ekosistem hutan alami jarang mengalami kerusakan tanah akibat erosi, kecuali terjadi gangguan dalam keseimbangan hidrologi hutan, seperti pembabatan hutan.

Kurangnya penutupan lahan dan menurunnya kapasitas infiltrasi akibat pembabatan tumbuhan hutan menyebabkan air hujan yang masuk ke dalam tanah berkurang, sedangkan air yang mengalir di atas permukaan tanah meningkat. Air yang mengalir di permukaan tanah ini akan mengangkut partikel-partikel tanah yang hancur karena tidak terlindung dari pukulan air hujan. Semakin intensif pengurangan penutupan lahan dan permukaan tanah, semakin besar juga aliran permukaan dan pengangkutan tanah. Akibatnya, tanah semakin rusak dan kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman di atasnya.

Analogi dengan mekanisme di atas, kerusakan tanah oleh erosi dapat terjadi di lahan yang dibudidayakan untuk tanaman pertanian. Kebijakan dalam mengelola lahan akan menentukan besarnya erosi dan kecepatan kerusakan tanah di lahan-lahan pertanian. Karena itu, pilihan komposisi pertanaman dan praktik bercocok tanam yang diterapkan atas suatu lahan sebaiknya mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006

Saturday, April 19, 2008

4. Pemanfaatan Lahan Selama Persiapan Areal dan Sebelum Tanaman Kakao Menghasilkan

Pengusahaan tanaman pangan sebagai precropping selama membangun pohon pelindung merupakan usaha intensifikasi, memanfaatkan waktu luang, serta mendapatkan nilai tambah suatu unit usaha tani. Pada dasarnya, lahan kosong disekitar tanaman penaung kakao dapat dimanfaatkan untuk usaha bertanam berbagai jenis tanaman semusim. Namun, pemilihan tanaman semusim perlu disesuaikan dengan kebutuhan petani, peluang pasar, musim, serta iklim mikro yang ada. Kaitannya dengan tambahan pendapatan, perhitungan sosial ekonomi juga perlu mendapat perhatian yang memadai.

Penelitian precropping pernah dilakukan di Sumatera Utara dengan empat macam perlakuan sebagai berikut. Perlakuan A merupakan kontrol yang terdiri dari lamtoro klon L2 dan Moghania sp. Perlakuan B adalah L2 + Moghania sp. + precropping, perlakuan C adalah L2 + precropping, dan perlakuan D adalah L2 + precropping + Calopogonium sp.

Precropping yang digunakan berturut-turut adalah kedelai, kacang tanah, dan jagung. Pada perlakuan D jagung diganti dengan Calopogonium sp.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan produksi tanaman pangan hanya sebesar 50% dari produksi monokultur. Penyebab utamanya adalah luas lahan efektif yang dapat ditanami hanya 51 – 63%. Penyebab lainnya adalah jenis dan rotasi tanaman belum tepat; musim hujan tidak tepat; serta terjadi kompetisi air, hara, dan cahaya antara tanaman penaung dan tanaman pangan. Meskipun demikian analisis ekonomi pola tersebut memberikan tambahan pendapatan yang cukup besar.

Dari tiga macam precropping yang dikaji, model perlakuan C (lamtoro dan precropping) memberikan keuntungan paling besar yaitu 3,8 kali keuntungan B dan dua kali keuntungan D. Pengaruh precropping terhadap pertumbuhan dan produksi kakao yang ditanam menunjukkan dampak yang positif. Limbah dari kedelai, kacang tanah, dan jagung bisa menambah bahan organik tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan fisik dan kimia lahan. Hal ini merupakan keuntungan tambahan yang tidak mungkin diperoleh dari pola tanaman monokultur.

Penelitian precropping yang dilakukan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan hasil yang senada. Empat jenis tanaman pangan yaitu jagung, sorgum, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau masing-masing ditanam secara monokultur di antara barisan Moghania macrophylla yang telah berumur delapan bulan. Selain keempat jenis tanaman tersebut dilakukan penanaman secara tumpang sari. Sebelum ditanam, penaung sementara dipangkas hingga tersisa 50 cm dari permukaan tanah.

Hasil penelitian di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menyatakan precropping sebaiknya ditanam bersamaan atau lebih awal daripada penanam tanaman penaung sementara dan penaung tetap. Jika penanamannya lebih lambat perlu dipilih jenis tanaman yang mampu bersaing untuk mendapatkan sinar matahari, seperti jagung dan sorgum. Jenis-jenis yang tajuknya rendah sebaiknya hanya digunakan pada tahap pertama yaitu bersamaan ketika menanam penaung.

Selama tanaman pokok sudah ditanam, tumpang sari masih mungkin dilakukan dengan cara memilih jenis tanaman yang mampu bersaing memperoleh sinar matahari dan unsur hara. Penelitian terhadap tanaman kopi yang dilakukan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia menunjukkan jagung menghasilkan B/C sebesar 1,53 selama Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) I tanpa menimbulkan gejala terganggunya pertumbuhan tanaman pokok.

Tidak berbeda jauh dengan tanaman semusim dan pisang, beberapa jenis tanaman yang dipakai sebagai tanaman sela kakao oleh beberapa negara produsen kakao di Afrika dan India adalah talas (Colocasi sp.), gude (Cajanus cajan), pepaya (Carica papaya), nanas (Ananas comosus), lada (Piper nigrum), singkong (Manihot esculenta), dan jarak (Ricinus communis).

Sumber : Panduan Budidaya Tanaman Kakao, 2006